Instrumen Puisi Hujan Bulan Juni
Barangkali ini kita akan mengepas ke asing mulai sejak zona nyaman. Kita tidak akan menganalisis puisi Hujan Bulan Juni karya Pak Sapardi dengan menggunakan pendekatan mimetik, ekspresif, pragmatik, ataupun obyektif, melainkan menggunakan pendekatan SOAR untuk mengupasnya.
Bungkusan Sapardi Djoko Damono memang selalu mengirimkan ciri idiosinkratis tersendiri n domestik sebuah puisinya. Pemanfaatan kata yang tercecer dan penggambaran tunggul ialah salah satu ciri khas dari berbagai karya yang dibuatnya, termasuk puisi “Hujan abu Bulan Juni.” Kendati penggunaan introduksi dalam tembang ciptaannya cukup tercecer, tetapi mengandung makna yang sangat kuat dan mendalam.
Hujan Bulan Juni, puisi legendaris ini, ternyata pun puisi tercepat yang diramu oleh Buntelan Sapardi. Dalam tempo sangat singkat, tak setakat sehari, tembang termasyhur ini berhasil digarap olehnya. Enggak namun sampai disitu saja, puisi ini juga senggang bertransformasi menjadi sebuah karya prosa maupun novel dengan judul nan sama.
Berikut ini tembang “Hujan angin Bulan Juni” nan diciptakan oleh Kelongsong Sapardi pada waktu 1989.
Tak cak semau yang lebih tabah
berpokok hujan angin bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Lain ada yang lebih bijak
dari hujan wulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Lain ada yang lebih arif
berusul hujan angin bulan Juni
dibiarkannya yang tak terungkapkan
diserap akar tunjang pohon bunga itu
Mutakadim sepan banyak saya temukan analisis puisi Pak Sapardi memakai pendekatan yang dikemukakan maka dari itu Abrams dan semua hasil analisisnya tentu lain usah diragukan pun, sangat bagus sekali. Maka itu karena itu, kerjakan mengawasi seberapa baguskah puisi Sampul Sapardi kita perlu mengaryakan kaca ain nan berbeda. Sebab jikalau pakai kaca mata nan selaras, cak hendak bagaimanapun juga, ya pasti sudah bagus puisinya.
Oleh karena itu, saya akan pakai kaca netra yang berlainan. Saya enggak akan pakai teori sastra cak bagi menganalisis puisi Hujan Bulan Juni ini, saya akan menggunakan metode perencanaan strategi nan digunakan bikin mengevaluasi
strengths
(guna),
opportunities
(peluang),aspirations
(aspirasi), dan
results
(hasil) alias SOAR.
Metode SOAR yang dipopulerkan maka itu David Cooperrider ini normalnya digunakan lakukan menganalisis situasi dan posisi nan dihadapi oleh organisasi privat persaingan menggalas. Cuma, karena sajak “Hujan Bulan Juni” Selongsong Sapardi Djoko Damono ini merupakai puisi yang diciptakan olehnya n domestik perian layak singkat dari sekian banyak puisi hasil ciptaannya. Maka analisis ini tentu akan dibuat secara ringkas dan boleh dibaca dengan waktu nan cukup singkat pula.
Oke, kerjakan menghempas rasa penasaran kita, langsung aja kita kupas satu demi suatu isi berpunca syair Bungkusan Sapardi ini.
1.
strengths
(keistimewaan)
Salah satu kekuatan mengapa puisi “Hujan Bulan Juni” ini sangat legendaris adalah karena penciptanya yaitu Pak Sapardi. Citra Bungkusan Sapardi mampu terlaksana privat setiap hasil karya puisinya. Kelongsong Sapardi merupakan orang yang sangat tertinggal dalam hidupnya, hal itu juga dia terapkan di setiap karya puisinya. Anda menggunakan pengenalan-pengenalan terbelakang, namun dengan demikian itu seketika para pembaca dapat terhipnotis maka dari itu pilihan katanya.
Selain sosoknya nan terbelakang, Pak Sapardi lagi merupakan manusia penyair yang sangat romantik. Tembang “Hujan Bulan Juni” ini merupakan buktinya dan menjadi kekuatan tersendiri dari tembang ini. Dengan ketabahan makhluk aku yang disimbolkan oleh hujan abu ia membiarkan sosok perempuan yang disimbolkan oleh pokok kayu berusul dan ini dianggap sebagai ragam yang “bijak” dan “arif.” Kurang lebih inilah definisi “rajin tak harus memiliki.”
Dengan demikian, pelukisan alam yang begitu kuat dalam puisi ini pula menjadi pelecok satu arti. Hujan nan dijadikan subjek menggantikan posisi aku, memiliki makna yang laki-laki sehingga ia mewakili varietas kelamin laki-laki.
Penggambaran umbul-umbul lainnya yang cukup kuat pada syair “Hujan abu Wulan Juni,” ialah penggambaran tentang ketabahan. Keadaan itu ditunjukkan pada tembang “dirahasiakannya rintik rindunya kepada pokok kayu berbunga itu” si aku (hujan) merahasiakan ribang kepada sang perempuan yang digambarkan maka itu pokok kayu berbunga.
Sangkut-paut tidak kita menyoal-tanya? Mengapa “Hujan abu Bulan Juni” tak “Hujan Wulan Desember” saja?
Singkatnya, ketika Pak Sapardi membuat karya ini di musim 1989, hujan tidak pergaulan jatuh di rembulan Juni. Padalah, tidak perlu diragukan penggambaran umbul-umbul di sajak ini, awet banget.
2.
opportunities
(probabilitas)
Suka-suka banyak prospek nan berpotensi dari puisi ini. Dengan kata yang sederhana sahaja memiliki makna sangat mendalam, puisi ini sangat punya peluang strata untuk dijadikan lagu, novel, dan film. Kebolehjadian besar lainnya, puisi ini bisa dijadiin martabat wa untuk generasi cukup umur yang ketolak cintanya nih bahwa dengan berdalih “Cak acap tak harus memiliki.”
3.
aspirations
(aspirasi)
Aspirasi yang terletak n domestik puisi sesungguhnya sangat berjasa dan berguna banget bikin generasi muda. Lakukan meminimalisir, jikalau bisa sih bukan ada yang binasakan diri gara-gara sayang, berpeganglah loyal bahwa “Cinta enggak harus n kepunyaan.” Kita harus punya sifat tabah, bijak, dan arif seperti mana “Hujan Bulan Juni” ini.
4.
results
(hasil)
Hasil berasal syair “Hujan Bulan Juni” Pak Sapardi ini merupakan wujud berasal beraneka macam peluang di atas. Ya, puisi “Hujan angin Wulan Juni” ini bisa menghasilkan lagu yang berjudul sederajat yang dinyanyikan oleh Ghaitsa Kenang, selain itu sajak “Hujan Rembulan Juni” ini pula menghasilkan sebuah novel dengan kop yang ekuivalen dan diterbitkan plong tahun 2022. Dua waktu sesudahnya puisi ini juga menghasilkan film yang disutradarai makanya Reni Nurcahyo Hestu Saputra dengan judul yang seimbang juga.
Bontot, hasil paling aneh dan di luar perkiraan berpokok sebuah puisi legendaris “Hujan Wulan Juni” Pak Sapardi, adalah hasil analisis puisinya yang menggunakan metode SOAR, sebagaimana tulisan ini. Terima kasih cak bagi engkau nan sudah lalu konsisten membaca dari semula setakat penghabisan, enggak usah galau-galau kembali ya
brodi, “Cerbak bukan harus punya.”
Source: https://yoursay.suara.com/kolom/2021/12/23/144940/analisis-puisi-hujan-bulan-juni-sapardi-djoko-damono-dengan-metode-soar