Naskah Drama Komedi 17 Orang
Duniaku, Duniamu
DESKRIPSI
Jenis drama : sandiwara tradisional komedi situasi
Durasi : ± 45 menit
Besaran pemain : 18 orang
– 8 laki-suami
– 10 perempuan
SINOPSIS
Sentot yaitu seorang pemuda berusia 21 tahun asal Tegal yang bercita-cita misal artis terkenal. Anda sangat mengesir biang keladi idolanya, yaitu Azan Haji ataupun Rhoma Irama. Saking ingin ngetopnya, ratusan casting ia jalani. Mulai pecah casting iklan sabun cair colek, casting krim kecantikan, casting susu bayi, sampai casting layar pepat pun kamu jalani. Namun, semua casting-casting di atas enggak semudah dan semenyenangkan yang ia pikirkan.
Bosan menjadi seniman, engkau menyedang melangkahkan tungkai ke bumi mericau. Keinginannya menjadi seperti Seruan salat Haji membuat dia harus cak memindahtangankan kambing kesayangannya, bernama Panjol, untuk menambah uang tabungannya. Uang jasa tabungan dan hasil penjualan ia serahkan kepada agen pelacak bakat. Namun, gelojoh. Boro-boro bintang sartan artis terkenal, ia malah ditipu oleh khalayak yang mengaku perwakilan pencari pembawaan tersebut. Akhirnya ia menjadi stres akut ataupun gila dan harus dilarikan ke RSG. Namun, di sanalah cita-citanya menjadi sebagai halnya Bang Haji terkabul. Di dunianya nan baru beliau memunyai banyak rival seprofesi dengannya, walau sahaja dalam khayalan.
PEMAIN
Tokoh Terdahulu:
Sentot Sakti Mandraguna (Sentot).
a. Kalis dan tahir.
b. Berlogat Ladang.
c. Badan jangkung kurus dan suka sekali berpenampilan sebagai halnya Rhoma Irama.
Tokoh Dalih:
1. Biyung (ibu).
2. Winuk (teman semasa boncel).
3. Prapti (tara semasa kecil).
4. Tono (lawan semasa kecil).
5. Jack alias Guli (tara seperantauan).
6. Mas Dedi (sutradara iklan sabun batangan colek).
7. Pak Roy (sutradara iklan krim kemanisan).
8. Bunda Neno (sutradara iklan bubur bayi).
9. Mas Hanung (sutradara layar lebar).
10. Astuti yang berperan dalam bioskop Anak-Anak Cebol.
11. Selly (badal pencari bakat gadungan).
12. Sarah (ajudan Sarah).
13. Dokter RSG.
14. Suster RSG.
15. Pasha Ungu (sosiopat).
16. Siti Nur Haliza (orang gila).
17. Gitta Gutawa (orang gila).
SCENE 1 (halaman rumah Sentot, Tegal)
Pagi yang kilat. Sentot medium asyik memandikan wedus kesayangannya. Lagu Campur Ekstrak lagi terdengar dari n domestik rumahnya.
Sentot : (sambil bersiul-siul memandikan embek)
Oalah dhus…wedhus! Kowe iki setiap hari enggak mandiin.
Tapi kok yo tetep mambu tho?
(mbek…., bunyi kambig mengembek)
Wis, tapi ora opo-opo.
Lha wong sekiranya nggak suka-suka dia enyong yo merana cak kenapa…
Tapi eling! Eling! Bentar sekali lagi enyong morong mau menginjak ke Jakarta, kalian jangan pernah ngelupain jasa juraganmu yang setia mandiin, makani, dan ngerawat kamu yo…
Panjol, inget lho….
Awas, kalau sampek kamu ngelupain enyong!
Langsung tak jual, meski dijadiin sate sebabat wong Jakarta.
Wis yo, enyong mandi lampau….
Sampai Jakarta bisa kesiangan nanti jika nggak grusa-grusu bersiram!
Dengan pakaian beres, gaya necis bak Bang Haji, Sentot keluar berbunga kamar menentang ira tamu buat berpamitan ke Jakarta. Di sana ada biyungnya yang sedang menyirih.
Sentot : Ah, emang Biyung kiye senengene nyetel campur sari….aja!
Huh, nggak gaul! Nggak gaul! Ha, mending ini….
(memutar radio dan mengganti racik sari dengan lagu Rhoma Irama)
Lha, enak tho?
Biyung : Eh, eh, eh…. Lagu eco-eco kok sampai-sampai diganti!
Lagu segala apa kiye! Oh, bawah bocah semprul!
Sentot : Yung, lagune Biyung itu telah kadaluarsa Yung…
Sama kayak orangnya. (suara pelan)
Biyung : Apa kowe ngomong? Tau nggak! Biyung dahulu tahun mulai dewasa suarane yo kinyis-kinyis kayak kuwi. (serempak bergaya, memanggakan diri)
Sentot : Gubrak! (menginjak-berangkat jatuh)
(refleks menenteng tas buluk miliknya, berkacamata hitam, Sentot berpamitan)
Yung, enyong tak minta diri lewat merantau ke Jakarta yo Yung…
Doaian aja di sana enyong bisa jadi kayak Bang Rhoma Irama.
Biyung : Lho, kowe jadi pergi sekarang tho? Yo, Le. Tak doain kowe jadi artis terkenal. bisa jadi tau Biyung pula bisa turutan ngetop! He…
(serempak menunjukkan giginya nan merah karena kinang)
Sesampainya di depan teras, tiba-tiba terserah teman-teman Sentot nan menangis bercucuran air mata karena dayuh ditinggal Sentot merantau.
Prapti : Tot…Sentot, kowe jadi pergi?
Tono : Kalau kowe mutakadim kaprikornus kayak Bang Haji, enyong dikenalkan sebanding Yunda Angel Lelga yo Tot….
Prapti : Hus, mbok yo liat silam wajahmu tu kayak apa!
Sentot : Iyo, iyo, enyong nggak bakalan lupa sama kalian.
Belakang hari kalau enyong sudah tersohor Biyung dan kalian enyong ajak ke Palestin!
Biyung : Lha, ngapain ke Palestin? Di sana kan tempatnya perang!
Emangnya kowe pikir Biyungmu ini bandar molotov apa?
(kontan memukul Sentot dengan tongkat)
Winuk : Sentot… hiks…. (menangis)
Sentot : Oh iya. Nuk, nanti kalau enyong sudah bintang sartan terkenal, ranah!
Kowe pasti tidak meminta.
Winuk : Bener yo Kang….
Sentot : He eh…
(sambil mengenakan kacamatanya dan berangkatlah ia ke Jakarta dengan membawa barang-barang kunonya)
SCENE 2 (kos-kosan, Jakarta)
Setiba di Jakarta ia bertemu dengan Jack alias Jaka yang pecah terbit Madura. Mereka sepadan-sama mengadu nasib di Ibu Daerah tingkat.
Sentot : (turun dari mikrolet sinkron memegang daluang alamat)
Lha, bener nggak ya enyong ini? Tapi kayaknya alamatnya sama.
Ah, mending enyong tanya bae lah!
(memusat Jack nan menengah bertoko sate)
Sentot : Kang, Kang, segala apa bener ini Jalan Ura-ura no.20?
Jack : E, e, e, bener ta’iye! Sampean kali? (dengan logat Maduranya nan khas)
Sentot : Saya Sentot, Kang. Sentot Ampuh Kebal.
Jack : Oh, Mas Sentot ya? Saya Jack alias Jaka.
Sentot : Oalah, Mas Jack tho? Yang di pezbuk kae?
Jack : Iya, bener ta’iye. Kita kan sering ngobrol di facebook!
Untung sampeyan nggak nyasar.
Ayo, tidak tunjukin apartemennya.
(memusat kos-kosan)
Lha, ini apartemennya. Mewah sekali ta’iye!
Sentot : Lho, kok malah teratak?
Kata sampeyan apartemen? Wah, sampean mbo’ongin enyong ya?
Di pezbuk bilangnya sampeyan seorang pengusaha, tinggalnya di apartemen!
Jack : Bo, abo! Ini pula saya sedang usaha ta’iye.
Sudah lalu, sampeyan istirahat aja.
Saya mau keliling lalu njualin dagangan saya.
Alhasil Jack berkeliling jualan sate dengan logat “te-sate”. Dan Sentot pun
rebahan di kamar yang sempit.
SCENE 3 (tempat syuting iklan sabun colek)
Sentot dan Jack berorientasi tempat syuting. Di sana terserah beberapa orang yang pula mau masuk casting.
Sentot : Apa bener ya ini tempatnya?
Jack : Abo, mana saya tau! Tanya hanya ke orang yang ada di sana.
(menuju ke arah sutradara)
Sentot : Mas, mas, segala apa bener ini tempat syuting Mbok Cream,
iklan sabun cuci colek itu?
Mas Dedi: Iya, benar. Gue sutradaranya.
Sentot : Nganu, enyong Sentot. Mau ikutan casing.
Jack : Huz, sampeyan ini, casing, casing! Casting!
Mas Dedi : Oh, cak hendak ikut casting?
Tapi di sini cuma sedikit pemain yang jadi laki aja.
Sentot : Hah, kaprikornus suami Mas? Wah, kalau itu sejadi sama enyong.
Lah wong enyong ini nomine suami nan baik, mengapa.
Mas Dedi : Kalau gitu, ayo! Langsung take one aja.
Dengan semangatnya, Sentot langsung ganti seragam menjadi suami nan teraniaya dengan kaos oblong dan seluar pendek. N domestik adegannya, dia dianiaya sang istri karena menyuci pakaian tidak asli. Padahal sang gendak hanya duduk-duduk sinkron memegang uang arisan.
***Privat episode ini, tayangan iklan hanya dimainkan secara
lipsing (tanpa suara), karena hanya mencitrakan akting Sentot saat
menjadi suami yang teraniaya. Bagian ini membutuhkan figuran
yang berperan menjadi gendak dan music yang mendukung kisahan.
SCENE 4 (tempat syuting iklan krim kecantikan)
Sejumlah perian kemudian Sentot mendapat tawaran syuting iklan krim kemungelan. Dengan maksud tidak beruntung peran sial lagi, ia juga melangkah ke tempat syuting.
Sentot : Ya Allah, semoga peran enyong waktu ini kian baik, lebih ada taste-nya gitu! Nggak kayak kemarin. Hari’ enyong dijadikan suami yang disiksa istri! Mana istrinya mukulnya beneran pula!
Pak Roy : Eh, Mas sentot ya? Sudah datang rupanya. Saya Roy.
Ayo, pemain lainnya sudah menunggu.
Gini Mas, ada dua krim kemolekan.
Nan pertama merk bukan tersohor dan tidak berkualitas, dan yang kedua komoditas kita ini Mas, yang berkualitas.
(sambil menunjukkan krim)
Sentot : Terus, enyong jadi barang apa, Pak?
Pak Roy : Sira kaprikornus target krim yang pertama.
Jemah Anda akting gatal-galak ya kulitnya, gara-gara mempekerjakan krim nan tidak berkualiatas. Nanti cahaya muka Ia dikasih make up hitam, biar terlihat gosong!
Sentot : Apa???
***Sekufu sebagai halnya iklan permulaan, pengambilan gambara intern fragmen ini
doang dilakukan secara lipsing. Dalam aktingnya, Sentot
dibandingkan dengan aktor yang kudrati salih kulitnya karena
memakai krim kemungelan nan berkualitas.
SCENE 5 (tempat syuting iklan susu bayi)
Satu saat, Sentot mendapatkan tawaran iklan kembali. Kali ini ia asian proposisi menjadi orok bergizi buruk Karena bukan nikah diberi susu berkualitas.
Bunda Neno : Saya Neno. Panggil aja Bunda Neno, biar ngetop kayak
Neno Warisman. Nah, Mas Sentot, ini produk andalan kita.
Payudara SGM, kepanjangan pecah Gila, Gila, Mengsol…. Ye…
(sambil menyengir dan menujukkan payudara merk SGM)
Sentot : Hah? (terbengong)
Bunda Neno : Maksudnya, jika ada bayi yang meminum susu ini, maka engkau akan
jenius sebagai halnya Albert Einstein yang belalah dianggap sinting, sinting, dan miring…. Begitchuu….
Sentot : Lalu, enyong berperan kaprikornus Einstein ya Bunda?
Bunda Neno : Ah, Anda itu ngacho!
Lihat paras Anda nan lengkap dan spesifik ini, ya pantasnya Anda
itu jadi bayi yang minus vitamin, sehingga badan doang yang gedhe,
tapi IQ-nya jongkok.
Sentot : Lagi??? Tega bener dah ibunya selaras enyong. Huhu…
(menangis sesenggukan)
Syuting lagi dimulai. Sentot dipaksa melingkarkan baju orok hipotetis dengan aksesorisnya. Ia berperan menjadi bayi berbadan samudra namun debil.
***Penggalan ini juga dilakukan dengan lipsing.
SCENE 6 (arena syuting gambar hidup Anak-anak Cebol)
Siapa ini Sentot girang bukan main, karena dia baru namun mendapatkan tawaran main di layar rata gigi. Tidak beban-bahara, koteng sutradara terkenal yang meneleponnya sendiri.
Sentot : Hallo, Mas Hanung. Enyong sudah di lokasi syuting ini.
Mas Hanung di mana tho? Kok enyong nggak ngeliat?
Hanung : Saya di depan Anda.
Sentot : Mana? Oh, itu.
Sentot pun menimpa sutradara itu dengan gembira.
Hanung : Mas Sentot?
Sentot : Ya, benar Mas. Enyong Sentot.
Hanung : Ya, ya. Saya Hanung.
Sentot : (sambil garuk-garuk kepala)
Hmm, nganu. Nan enyong tahu, Hanung Bramantyo itu mukanya
nggak kayak gini ya? Tapi mengapa ini selisih?
Hanung : Kali bilang saya Hanung Bramantyo?
Saya ini Hanung Bramakumbara! Lain Hanung Bramantyo…
Sentot : Oh, enyong kira sutradara AAC nan populer itu….
Ah, ora opo-opo.
Yang terdahulu enyong boleh serentak main film.
Hanung : Hmm, Mas Sentot. Sebelum kita syuting AAC, lebih baik
Mas kenalan dengan lawan main Mas di film ini.
Sentot : Oqe lah qalo’ begeto!
Sentot lagi menghinggapi wanita bercadar di dekatnya. Ia kira wanita itu merupakan Aisya, lawan mainnya. Tapi ternyata…..
Sentot : Hmm, hmm. (berdehem)
Aisya ya? Kenalken, enyong Fahri alias Sentot.
Dengan tersipu malu, sira kembali mengungkapkan tutup mukanya pelan-pelan.
Aisya : Iya. (ia menyeringai sambil memerlihatkan gigi tonggosnya)
Melihat persneling tonggos n partner mainnya, Sentot pun terkejut.
Sentot : Lho, katanya Aisya. Aisya ora koyo kuwi!
Astuti : Siapa bilang gue Aisya! Gue Astuti! (berang)
Sentot : Lho, ini bukannya bioskop AAC? Ayat-Ayat Pelahap?
Astuti : Ini bukan Ayat-Ayat Caruk, tapi Anak-Anak Cebol tau!!!
SCENE 7 (di kos-kosan, kampung pelataran di Ladang, dan sekali lagi pula
ke kos-kosan)
Di kamar kosnya, Sentot mengeluh sendiri diri.
Sentot : Kenapa ya, enyong majuh dijadikan peran nan itu-itu…terus….
Nan disiksalah, nan dijadikan bulan-bulanan.
Apalagi tuh waktu di AAC, waktu’ yang jadi antitesis main tidak Aisya,
eh…malah Astuti. Oalah, ternyata itu bukan Ayat-Ayat Cinta, tapi
Anak asuh-Momongan Cebol. Untung, enyong nggak dijadikan peran cebolnya.
(berbarengan makan kerupuk)
Ketika sedang asyik makan kerupuk, tiba-tiba HP Sentot berbunyi.
Sentot : Halo, Sentot iki!
Selly : Gue Selly, Mas, badal pelacak bakat itu.
Mas jadi kan buat album rekaman lagu dangdut?
Sentot : Oh, iya. Tunggu, Mbak. Enyong belum punya uang.
Besok enyong mau pulang ke Kebun, ingin jual kambing-kambing enyong
Untuk nambahin uang bikin album.
Lejar enyong jadi figuran iklan terus!
Hmm, nganu. Berapa Embak kemarin totalnya?
Selly : 5 miliun, Mas. Oke kemudian hari esok gue tunggu.
Esoknya, di kampung halaman Sentot di Tegal.
Sentot : Panjol, maaf yo…. Enyong terpaksa menjual beliau, demi cita-cita enyong
menjadi penyanyi terkenal kayak Bang Haji
Rhoma Irama. Maafin enyong ya….
(sinkron mengusap-sa-puan kelima kambingnya)
Dua hari kemudian, Sentot kembali ke Jakarta. Ia mengapalkan komisi hasil penjualan kelima kambingnya bagi diserahkan kepada Selly dan Sarah, agen pencari bakat. Di sana kelihatan Selly ditemani Sarah, asistennya yang tertumbuk pandangan memayungi bosnya.
Selly : Mana duitnya?
Sentot : Ini, Yunda. Pas lima juta.
Selly : Tenang aja. Lu tentu gue jadiin penyanyi terkenal.
Duit ini buat DP bikin album rekaman.
Sentot : Bener yo, Embok.
Enyong pasti bakalan naik daun, lha wong suara enyong merdu nggak
ketulungan kiye.
(lalu mengalunkan lagu Rhoma Irama)
Tuh, merdu teko?
Sarah : Iya, merdu banget kayak suaranya Bang Haji. (sambil manggut-manggut)
Selly : Ya, ya. Gue berkepastian.
Tenang aja, gue bakal jadiin lu seniman terkenal. kayak siapa noh, idola lu?
Sentot : Seruan sembahyang Haji, Empok. Atau Rhoma Musik.
Selly : Ya, ya. Itu! Ok ya. Gue masih banyak klien.
Ayo, Sar. Ambil!
Sarah : Ok, Komandan!
SCENE 8 (kos-kosan)
Enggak berapa lama setelah Selly dan Sarah memencilkan, datanglah Jack dengan gerobak satenya.
Jack : Te-sate…. Te-sate….
Bo, abo. Sampeyan kok masih di kondominium?
Memangnya nggak ikut casting sekali lagi?
(bertepatan memarkir gerobak satenya, tinggal mengaji koran
yang baru dibelinya)
Sentot : Ah, enyong telah bosan ikut casting.
Tahun’ laki-laki ganteng kayak enyong dijadikan alamat terus?
Sekarang enyong ingin ganti profesi kaprikornus penyanyi aja, kayak
Rhoma Irama. Makanya, enyong rela ngejual wedhus-wedhus enyong
seharga lima juta buat dibayarkan ke perwakilan pencari bakat naik daun, Teteh
Selly dan mbak Sarah.
Jack : Bo, abo. Sekelebat, sebentar. Tadi badal pencari bakatnya namanya siapa?
Sentot : Mbak Selly dan Mbak Sarah.
Hu, nggak pernah dengar keunggulan bagus ya? Gitu aja heran.
Jack : Hmm, kena tipu sampeyan. Nih, baca! (refleks menunjukkan buletin)
Wanted! Agen pelacak bakat gadungan, Selly dan Sarah, mbuk-adik
penokoh kelas kakap. Berhati-hatilah terhadap taki manisnya. Seandainya bukan,
bisa-bisa uang lelah Anda raib! Jika anda menemukan mereka, harap hubungi
kami segera!
Sentot : Wah, modyarr!! Enyong kena tipu! Yung, Biyung….
(kontan berteriak histeris)
SCENE 9 (jalan raya, sekolah-sekolah, dan pasar)
Karena sejumlah kali ia gagal menjadi artis terkenal bak idolanya Rhoma Irama, Sentot akibatnya menjadi gila. Ke mana-mana ia kerap menyarungkan pakaian ala Bang Haji dan menyanyikan lagu-lagu dangdut karya Soneta. Ia juga gelojoh mengganggu dan meresahkan umum sekeliling.
a. Jalan Raya (figuran: orang yang sedang melanglang)
Sentot : “Begadang jangan begadang…. Kalau tiada artinya….”
(meratus serampak berteriak-teriak)
Pemirsa, pemirsa. Kenalken!
Enyong ini Sentot Irama, titisannya Rhoma Irama.
Siapa mau mericau dengan enyong? Silakan, ojo isin-isin…
(serempak berteriak-teriak laksana orang gila)
Figuran : Ah, dasar sinting tuh orang!
b. Sekolah-sekolah (peran pembantu: dua orang anak SD)
Sentot : (melagu-nyanyi dan berteriak-teriak)
Dek, dek. Kenal enyong gak?
Figuran 1+2 : Tidak, Mamanda. Om boleh jadi? Emangnya Mamak artis?
(bertepatan makan permen)
Sentot : Eh, sembarangan ni bocah kalau ngomong!
Di apartemen emak’e ora nduwe tipi ya?
Nih, dengerin. Enyong ini Sentot Irama, titisane Rhoma Nada.
Peran pembantu 1 : Ah, mungkin makhluk gila tuh! Pergi aja mari! Kita laporin ke Mama.
Figuran 2 : Silakan! 1…, 2…, 3…, lari….!!!
(berlari terbirit-birit)
c. Pasar (figuran: ibu-ibu yang menengah berbelanja)
Sentot : (menyanyi-nyanyi sekaligus berteriak)
Biyung, Biyung… Ini Sentot, anakmu yang sudah jadi artis tersohor.
(menyahajakan bahwa orang ibu-ibu tersebut yakni biyungnya)
Peran pembantu : Biyung, biyung! Biyungmu kuwi! Nyoh…, rasakne!!!
(sedarun menjejalkan timun yang dibawanya ke mulut Sentot,
lalu meninggalkannya terkoteng-koteng)
Sentot : Yung, tunggu Yung….
SCENE 10 (RSG)
Mulai-mulai, Sentot telah dibawa ke RSG oleh dokter dan paramedis. Ia berontak dan loyal bersikukuh bahwa ia lain gila.
Sentot : Enyong ora gila! Enyong ora gila!
Medikus : Tutup mulut engkau! Kalau kamu melawan, tubin saya njuuuuss….
Suster, tolong ambilkan suntikan!
Suster : Baik, Limbung…
Kemudian sinse ki memasukkan pelamar penenang kepada Sentot hingga ia terpicing pulas. Beberapa saat kemudian, ia terbangun. Dan bepergian-urut-urutan mengelilingi RSG dengan ekspresi linglung.
Sentot : Tega bener tuh dokter!
Enyong ora edan mengapa malah dibawa ke palagan ginian…
(sambil berjalan)
Ketika menengah melamun, Sentot berdapat pasien lainnya. Mereka sama-sama terobsesi menjadi penyanyi naik daun.
Pasha : (mendendangkan lagu Ungu sambil bergulunggulung merumung Sentot.
Kamu memainkan tanggannya, seolah-olah sedang bertindak gitar)
Dokter : Nama kamu siapa?
Pasha : Pasha, Dok.
Dokter : Kalau begitu ia belum bisa pulang.
Wong namamu Paimin kok ngaku Pasha. Yuk, ikut!
Sentot kembali tertegun. Beberapa saat kemudian muncullah Siti Panah Haliza.
Siti : (menyanyikan lagu Siti sambil berputar-mengsol merumung Sentot)
Suster : (datang menghampiri Siti)
Eh, ayo Siti Nurbiawak. Sudah saatnya minum obat.
(langsung menarik tangan Siti)
Siti : Gue bukan Siti Nurbiawak. Gue Siti Nur Haliza! Lepasin tangan gue!
Bidan : Ayo, silakan… (menjajarkan Siti dan membawanya ke kamar pasien)
Tak lama kemudian, datanglah Gitta Gutawa.
Gitta : (menyanyikan lagu Siti simultan berputar-putar mengelilingi Sentot)
Suster : (juga dari kamar)
Eh, ini lagi. Ayo, kamu pun turut kamar! (menjujut Gitta ke kamar)
Gitta : (tetap menyanyi dan bergaya bak Gitta Gutawa)
Tahu-tahu, petir menyambar gentur! Sentot pula terkejut, lampau terlengar.
SCENE 11 (rumah Winuk, Tegal)
Karena sudah lalu sembuh dari gila, Sentot akhirnya dijodohkan dengan Winuk, p versus semasa kecilnya. Mereka duduk berseberangan. Di sekitarnya ada pula Prapti dan Tono.
Biyung : Sentot, anakku. Sekarang berasal pada kowe stres mikirin jadi artis
mending kowe tak bandingan’ne karo Winuk.
Sentot : (sambil mesem)
Nuk, kowe kepingin tho nikah karo enyong?
Winuk : (tersipu malu)
He eh….
Sentot : (keluar rumah dan berteriak kegirangan)
Hore, enyong kawin… Woi, wong kampung! Enyong pertautan!
TAMAT.
Source: http://dramakreasi.blogspot.com/p/skenario-1-duniaku-duniamu.html