Apa Artinya Dalam Bahasa Arab
Muhbib Abdul Wahab |
Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah |
Peminat Kajian Tokoh Bahasa Arab |
Al-Mu‘jam as-Siy
â
q
î
(المعجم السياقي)
artinya kamus kontekstual. Alas kata “mu‘jam”
mempunyai dua faedah yang saling berlawanan, yaitu: (1) gadungan dan taksa (belum jelas); dan (2) menjelaskan dan menerangkan. Oleh karena itu, khalayak luar n domestik bahasa Arab disebut
`ajam. Karena itu,
mu‘jam
berfungsi sebagai pemberi penjelasan, penafsiran dan pemaknaan suatu kata, istilah, idiom dan/alias frasa yang masih asing ataupun belum jelas. Dengan demikian,
al-mu‘jam as-siy
â
q
î
merupakan kamus nan memuat perbendaharaan kata, istilah, frase atau idiom, dan mengklarifikasi konteks penggunaannya.
Mu‘jam
di dunia Arab (dan Islam) mengalami perkembangan yang relatif pesat. Sejak periode perintisan (musim al-Khalil ibn Ahmad, w. 170 H.) sampai periode spesialisasi dewasa ini,
mu
‘jam ‘Arab
î boleh diklasifikasikan menjadi okta- model, orientasi atau kecenderungan, sebagai berikut:
-
al-Ma‘ajim al-Lugawiyyah
(Kamus kebahasaan), mengklarifikasi arti kosakata dalam suatu bahasa, seperti
al-Munjid
fi al-Lughah
(Arab-Arab) karya Louis Ma‘luf (1986). -
Ma‘ajim al-Tarjamah
(kamus tarjamah) maupun
al-Ma‘
â
jim al-Mujdawijah
(Kamus Bilingual), memuat dan menjelaskan kemujaraban kosakata dalam suatu bahasa dengan bahasa lain, sama dengan
Mu‘jam al-Lugah al-‘Arabiyyah al-Mu‘
â
shirah
(Arab-Inggris) karya Hans Wehr (1980),
orientalis asal Jerman. Kamus ini dianggap bagaikan kamus paling otoritatif. Menurut pelafalan Prof. Schulz, guru besar bahasa Arab di Universitas Leipzig, kamus ini disusun berbasis studi selama kurang lebih 16 periode di beberapa negara Timur Tengah. -
al-Ma‘ajim al-Maudh
û
‘iyyah
(Kamus Tematik), memuat
mufrad
â
t
berikut artinya yang disusun beralaskan tema alias topik tertentu, seperti manusia, hewan, burung, bangsa, dan sebagainya. Kamus macam ini, antara enggak, adalah
al-Ifsh
â
h
fi Fiqh al-Lug
h
ah
karya ‘Abd al-Fattah al-Sha‘idi dan Husain Yusuf Musa (1987). -
al-Ma‘ajim al-Isytiq
â
qiy
y
ah
(Kamus Derivatif), yaitu kamus yang memasrahkan penjelasan akar kata berikut derivasinya, begitu juga
Lisan al-‘Arab
karya Ibn Manzhu -
al-Ma‘
â
jim al-Tathawwuriy
y
ah
(Kamus Jalan kosakata). Kamus ini juga dise-but
al-Mu‘jam al-Ufuk
â
r
î
kh
î
,
yaitu kamus yang memuat kerumunan kata tertentu, pada fase dan dengan cumbu tertentu kembali. Kata privat kamus ini dilihat secara diakronik (misalnya kata “shalat” sreg masa Jahiliyyah berarti do’a, sedangkan lega masa Islam mengalami ekstensi makna, bukan sedekar do’a, saja ibadah tertentu). -
Ma‘
â
jim al-Takhashshush
(Kamus Kepatuhan Ilmu), seperti:
Mu’jam Mushthalah
â
t al-Iqtish
a
d wa al-M
a
l wa Idar
a
t al-A‘m
a
l,
karya Nabîh Ghattâs (1985) di meres ekonomi. -
Daw
â
’ir al-Ma‘
â
rif
(Ensiklopedi). “Kamus” jenis ini lebih berkiblat memuat definisi dan penjelasan yang lebih luas mengenai entri: istilah, merek, tempat, peristiwa, -
al-Ma‘
â
jim al-Mushawwarah
(Kamus Bergambar), seperti
al-Qamûs al-Was
î
th al-Mushawwar
(1978) karya D. Smith dan D. Newton yang diadaptasi oleh Ahmad Syafiq al-Khathib ke internal bahasa Arab.
Al-Mu‘jam as-Siy
â
q
î
bau kencur muncul puas dasawarsa 1990-an, seiring dengan kebutuhan para pelajar asing terhadap pentingnya penggunaan kata-alas kata atau istilah-istilah Arab secara kontekstual, baik dari segi makna atau struktur penggunaannya. Kamus kontekstual ini dipelopori maka dari itu Isma‘il ¢ini, Mukhtar al-Thahir Husain, dan Sayyid ‘Awadh al–Karim al-Dausy,
al-Mu‘jam al-Siy
â
q
î
li al-Kalim
â
kaki langit al-Sy
â
i‘ah
(1994) dan
al-Mu‘jam al-Siy
â
q
î
li al-Ta‘birat al-Ishthilahiyyah
(1996. Sebelum itu, manuver ke arah penyusunan kamus bahasa Arab yang lebih kontekstual juga mulai dirintis, belaka masih terbatas lega kamus idiom, seperti mana:
Mu‘jam al-Tar
â
k
î
b wa al-‘Ib
â
rat al-Ishthil
âh
iyyah al-‘Arabiyyah al-Qad
î
m minha wa al-Muwallad
(1987) karya Ahmad Bubuk Sa‘d.
Kemunculan kamus kontekstual sekali lagi diperkuat oleh amatan linguistik bertamadun, bahwa banyak daftar kata atau ungkapan yang mengandung banyak makna sesuai dengan konteksnya yang bervariasi, dan wajib dijelaskan penggunaannya n domestik kalimat. Seandainya konteks penggunaan kata itu tidak dipahami, maka makna pengenalan akan menjadi kabur, lain jelas. Kontekstualisasi makna kosakata dan ungkapan tidak hanya utama untuk melicinkan pembaca dan pengguna bahasa Arab, melainkan sekali lagi bisa menyodorkan bahasa itu privat formatnya yang hidup dan alami. Melalui kamus kontekstual pula, perbedaan-perbedaan makna suatu prolog karena perbedaan konteks dijelaskan melalui contoh-pola yang faktual.
Ide kamus kontekstual itu tampaknya memberi inspirasi Basuni Imamuddin dan Nashirah Ishaq, pasangan suami-Istri, dosen Fakultas Sastra UI, bagi menulis dan menerbitkan
Kamus Kontekstual Arab-Indonesia
(2001). Baik kamus kontekstual karya Isma‘il ¢ini, dkk. alias karya Basuni dan Nashirah, bertujuan agar para penggunanya dapat memahami wacana-teks berbahasa Arab secara tepat dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi yang relevan, serta boleh mencari makna kata yang tepat dan perbedaan makna yang satu dengan yang lain karena perbedaan konteks kalimat.
Kamus tipe ini, pecah metode penyusunannya, hampir sebagai halnya kamus-kamus lain. Kamus kontekstual puas umumnya disusun secara alfabetis, berpokok aksara
alif
hingga
y
â
’.
Setiap entri pengenalan juga diikuti dengan penejelasan afiksasi dan contoh-contoh nan terkait dengannya. Perbedaan kamus kontekstual dengan kamus nan tidak ialah:
pertama,
penjelasan istilah kontekstual yang terkait dengan lema setiap kata, misalnya:
ابن yang dikontekstualisasikan menjadi:
ابن أبيه
(seperti ayahnya),
ابن بَجْدَتِـها
(anak setempat),
ابن الحرب
(momongan pemberani),
ابن السبيل
(petualang, pengembara),
ابن الليل
(pencuri),
ابن اليوم
(orang berbudaya),
ابن ساعته
(secara tiba-mulai, sementara).
Kedua,
kontekstualisasi itu didukung maka itu contoh-paradigma nan relatif aktual, tidak pula tergiring dengan syair-tembang kalsik yang terkadang sulit dipahami, serta dijelaskan
hur
û
f jarr
yang menjadi ikutannya (seandainya terserah). Misalnya,
قَبَضَ
dimaknai: (1) menangkap, seperti:
قبض الشُرْطيُّ على اللصَّ
(Penjaga keamanan merenda perompak); (2) mengambil, begitu juga:
قبضْتُ المُرَتَّبَ من المُحاسِب.
(Saya mengambil gaji mulai sejak bendaharawan/perdana); (3) mencabut nyawa; mematikan, mati, seperti:
قبَض الله روحَ الإنسان
(Allah mencabut kehidupan/mematikan manusia); (4) memecahkan, seperti:
ظلّ الرئيسُ يقبض على زمام السلطة
(Presiden taat mengendalikan kekuasaan; dan (5) mengibaskan, seperti:
قبض الطائرُ جناحيه
(Burung itu mengibaskan/mengepakkan kedua sayapnya). Dengan karakteristik seperti itu, kamus kontekstual relatif memberi alternatif pilihan makna yang variatif dan menolong para pemula untuk dapat menerjemahkan wacana-teks Arab ke n domestik bahasa Indonesia atau menciptakan menjadikan karangan dalam bahasa Arab secara kian tepat dan akurat, selama yang bersangkutan bersedia menelusuri secara keseluruhan makna suatu kata berikut konteks penggunaannya dengan khusyuk dan teliti.
Penyusunan kamus kontekstual juga enggak luput dari kekurangan maupun kelemahan. Kehilangan itu antara lain terletak pada keterbatasan penulis kamus dalam menjangkau cakupan yang dikandung oleh suatu prolog berasal berbagai kepatuhan guna-guna. Misalnya saja, introduksi
خِطاب
dalam kamus kontekstual karya Basuni dan Nashirah, hanya diartikan: salinan, interlokusi, dan pernyataan namun, sementara itu kata tersebut juga dapat berjasa
hadis
alias
perkataan nabi,
dan yang lebih masa kini adalah
wacana
atau
diskursus. Misalnya, seiring munculnya analisis wacana yang kemudian melahirkan tekstologi (‘ilm an-nashsh), pula melahirkan apa nan disebut kajian wacana alias
تحليل الخطاب.
Cerapan umum yang sudah lalu bertambah dahulu mempengaruhi masyarakat, tertera penulis kamus, tentang makna suatu kata seperti
الحكم
(hukum) bukan jarang menjadikan makna kata itu cacat sreg satu makna saja, padahal pengenalan itu –dalam bentuk tunggalnya—sering digunakan internal guna: “pemerintahan”. Kesalahan seperti ini terbantah misalnya dalam pengartian kalimat:
يقوم الحُكْمُ في الإسلام على مبادئ العدالة والمساواة والشورى
(Dalam Selam hukum bersendikan prinsip-prinsip keadilan, persamaan dan pembicaraan). Pemaknaan yang lebih tepat adalah: “Pemerintahan privat Islam didasarkan atas prinsip keadilan, pertepatan (emansipasi) dan musyawarah.” Demikianlah, pengenalan semula terhadap kamus kontekstual, dengan harapan garitan ringan ini dapat memotivasi dan menginspirasi pembacanya lakukan lebih mendalami dan mengembangkannya sehingga menjadi kata sandang nan layak dijurnalkan.
DAFTAR RUJUKAN
Tepung Sa‘d, Ahmad,
Mu‘jam al-Tar
â
kib wa al-‘Seumpama al-Ishthil
â
h
iyyah al-‘Arabiyyah al-Qad
î
m minh
â
wa al-Muwallad, Beirt: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, Cet. I, 1987.
al-Dayah, Muhammad Ridhwan
al-Maktabah al-‘Arabiyyah wa Manhaj al-Bahts, Damaskus: Dar al-Fikr, 1999.
Khalid Muhammad ‘Asiry, “al-Ma‘âjim al-‘Arabiyyah: Târîkhuhâ wa Ruwwâduhâ”, dalam
Koran al-Syarq al-Awsath,
Edisi 6136, Sabtu, 16 September 1995.
Emil Badi‘ Ya’qub,
al-Ma‘ajim al-Lugawiyyah al-‘Arabiyyah: Bad
â
atuh
â
wa Tathawwuruh
â
,
Beirût: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1981.
Ibrahim, Rajab ‘Abd al-Jawad,
Dir
â
sat fi al-Dal
â
lah wa al-Ma‘
â
jam,
Kairo: Dâr Gharib, 2001.
Imamuddin, Basuni dan Nashiroh Ishaq,
Kamus Kontekstual Arab-Indonesia,
Jakarta: Ulinnuha Press, Cet. I, 2001.
Mahmud Fahmi Hijazi,
al-Bahts al-Lughaw
î
,
Kairo: Maktabah Garib, 1993.
Mahmud Fahmi Hijazi,
al-Usus al-Lughawiyyah li ‘Ilm al-Mushthalah,
Kairo: Maktabah Gharîb, 1994.
Qasim, Riyadh Zaki,
al-Mu‘jam al-‘Arabi: Buh£ fi al-Maddah
wa al-Manhaj wa al-Tathbiq,
Beirt: Dar al-Ma‘rifah, 1987.
Shini, Mahmud Isma‘il,
al-Mu‘jam al-Siy
âqi li al-Ta‘bîrât al-Ishtilâhiyyah,
Beirut: Maktabah Lubnan, Cet. I, 1996.
Source: https://fitk.uinjkt.ac.id/mengenal-al-mujam-as-siyaqi/